Sebanyak 400 orang guru yang terdiri dari guru TK/KB/BA Aisyiyah Kabupaten Klaten, Ahad kemarin telah mengikuti workshop pembelajaran TK ala Jepang yang mengambil tempat di kantor PDM Klaten.
Workshop diadakan oleh Majlis DikdaHijrahen PDA ( Pimpinan Daerah Aisyiyah) Klaten dengan menampilkan nara sumber langsung dari Jepang Hamako Gejima (ahli Origami) yang dipandu oleh Murni Ramli, SP, M.Si.CA.D (Pusat Studi Jepang Universitas Sebelas Maret Surakarta. Workshop dibuka oleh Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah ( PDA) Klaten Hj.Qomariyah).
Tanpa kurikulum.
Murni Ramli, SP, M.Si. Ca.D selaku pemandu dalam workshop menampilkan sejumlah kegiatan pembeajaran di Jepang yang terbagi menjadi beberapa tahapan usia. Usia 0-2 tahun, 3-4 tahun, dan 5-6 tahun.
Pendidikan TK Jepang tidak mengenal kurikulum, sebab kegiatan pembelajaran di TK setiap harinya mengedepankan pembentukan fisik anak agar kuat. Tahap awal dalam embelajaran anak didikk diperkenalkan dengan hai-hai yakni kegiatan semacam merangkak untk menguatkan kondisi perut, sebagai awal menguatkan otot tangan-tagan kaki. Pada hai-hai acuan utam adalah kecermatan anak didik daam merangkak.
Pada kelompok usia 3-4 tahun hai-hai tetap dilakukan, begitu pula anak usia 5-6 tahun. Dari Pendidikan anak TK di Jepang gur tidak harus membuat persiapan mengajar secara tertulis. Sekolah hanya menfasilitasi peserta didik untuk bermain dan berekspresi sesuai dengan keinginan anak. Guru TK tidak pernah melarang anak didiknya untuk melakukan hal-hal yang dikehendakinya, misalnya bermain meluncur di arena lumpur, mandi pada saat turun hujan. Semua aktiftas naka didik entah baik atau buruk senentias dipuji oleh gurunya untuk memberikan sopr moral kepada anak didi. Berbeda dengan orang tua kita anak bermain ni dilarang, bermain itu dilarang. Kalau di Jepang orang tua maupun guru tak pernah melarang aktifitas anak.
Penanaman sifat gotong royong
Anak TK sudah diberikan pengertian akan manfat sifat gotong royong. Pekerjaan yang berat akan terasa ringan apabila dikerjakan dengan bersama-sama alias gotong broyong. Seperti bapat ibu lihat dalam tayangan LCD bahwa sejumlah anak didik mengangkat ember berisi air yang harus dipindahkan. Usai memindahkan anak-anak dipuji oleh gurunya, meski dalam mengangkat ember tadi banyak air yang tumpah.
Calistung.
Sementara itu menurut penuturan Hamako Gejima mengatakan kepada pesrta workshop, bahwa anak TK belum diajarkan calistung ( membaca, menulis dan berhitung.) Pengenalan alpabeth huruf baru dikenalkan pada anak usia SD kelas IV. Namun demikian pendidikan di Jepang tergolong maju bila dibandingkan dengan dengan pesrta didik dari negar-negara berkemmbang seperti Indonesia, ujarnya. (Paimin JS)
0 comments:
Posting Komentar