Allah SWT. menciptakan segala sesuatu selalu berpasang – pasangan, ada baik
dan ada buruk. Demikian pula manusia. Manusia yang berkecanderungan bisa memberi
manfaat kepada manusia lainnya adalah golongan manusia baik seperti sabda
Rasulullah SAW.
“Sebaik baik
manusia adalah yang bisa memberi manfaat kepada manusia yang lain” (HR. Dauqudni)
Dari hadist
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang tidak bisa memberi manfaat
pada orang lain adalah golongan manusia buruk. Apalagi kalau sebaliknnya
tentulah sangat buruknya.
Salah satu dari manusia buruk adalah manusia pendengki. Dengki adalah sifat
buruk bagaikan api membakar kayu bakar.
“Hasud dapat
menghapus kebaikan bagaikan api membakar kayu” (HR. Ibnu Majah)
Allah SWT. berfirman
dalam Surat An-Nisa’ 54
”Ataukah
mereka dengki kepada manusia (Muhammad) karena karunia yang telah Allah berikan
kepada manusia itu”.
Manusia pendengki yang dicatat Allah dalam Al-Qur’an ialah orang Yahudi
Bani Israil. Karena dengkinya pada Nabi Muhammad SAW. menghalangi mereka untuk
beriman ”mengapa yang menjadi Nabi orang Arab, bukan bangsa merena Israil
?”.
Pada zaman ini manusia pendengki ada dimana-mana. Mereka akan merasa senang kalau orang lain ada
dibawahnya. Mereka gembira kalau orang lain celaka. Mereka bersuka cita apabila
orang lain sengsara. Kebahagian, keberhasilan orang lain menjadikan hati meraka
gundah gulana.
Bagaimana dalam Persyarikatan, kita apakah manusia pendengki? Kalau kita
perhatikan memang penyakit ini telah banyak merongrong Persyarikatan yang kita
cintai ini. Pada waktu Musyawarah Cabang (Musycab) banyak orang meriang karena
yang terpilih Si Fulan. Kenapa bukan ana ? Mengapa bukan kawan ana ?
Persyarikatan memiliki mobil untuk menunjang kegiatan organisasi, tetapi
saat ini mobil tidak berfungsi maksimal karena tidak ada yang bersedia
ketempatan. Karena ia tidak dihujat menggunakan mobil Persyarikatan untuk
pribadi. Padahal mereka juga menghujat keras kalau ada program Persyarikatan
tidak berjalan.
Demikian ketika Rumah Sakit kita kolaps, orang ramai-ramai ngrasani
bahwa Persyarikatan tidak pecus mengelola amal usaha. Tetapi ketika
Persyarikatan menempatkan personilnya untuk memperbaiki manajemen Rumah Sakit,
ketika kemudian menjadi berkembang, kembali Persyarikatan dihujat cercaan menggunakan
amal usaha untuk memperkaya diri sendiri.
Ketika amal usaha berkembang maju, mereka mengira pimpinan Persyarikatan
itu keceh duit/ mandi uang, maka menjadikan mereka sakit kepala,
menyebabkan mereka tidak mau bekerja kalau tidakk dibiayai Persyarikatan. Mereka
tidak mau bersusah payah, apalagi mengeluarkan uang.
Termasuk manakah kita ? Orang yang menanam kemudian panen atau manusia yang
selalu sakit hati melihat kesuksesan dan keberhasilan orang ?
Wallahu alam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar